Kata Mutiara

 "Sesungguhnya jika kita berbuat kebaikan, Kita BUKAN hanya sedang membantu orang atau mahkluk lain, Namun sesungguhnya kita sedang membantu diri kita sendiri agar menjadi lebih bahagia. Temukan kebahagiaan dengan memberi ", bila hati gembira segala penyakit akan berdiri jauh dari kita.

Minggu, 15 Agustus 2010

Kekuatan Istighfar

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh,

Tergerak jari untuk menulis apa yang ada di dalam hati. Bersyukurlah ketika hati itu masih mampu tersentuh dengan kisah-kisah Rasulullah, Para Sahabat dan Para Tabi'in.

Di sebuah masjid, dekat dari kantor saya, saat itu ba'da shalat magrib dan seorang laki-laki maju ke hadapan hadirin untuk menyampaikan sesuatu. Semula saya merasa tak acuh saja dengan laki-laki tersebut, karena memang ia berbahasa Arab dan saya belum seratus persen mengerti dengan bahasa Arab. =)

Laki-laki tersebut memulai cerita dengan penuh semangat, sembari senantiasa tersenyum setiap jeda kalimatnya. "ISTGHFAR", ya kata itu membuat perhatian saya tertuju kepadanya. Hal ini karena saya merasa mengerti arah pembicaraan dari laki-laki tersebut." Mungkin ini laki-laki ingin bercerita tentang teori istighfar", gumam saya dalam hati.

Begitu semangatnya ia menyampaikan tentang istghfar, dan bahkan saya pun serasa ikut terlarut dengan apa yang disampaikannya. Sekali lagi, saya belum mengerti bahasa Arab =). Tapi aneh, kenapa hati saya serasa ikut paham yah?? rasa-rasanya saya paham dengan apa yang disampaikannya. Berkisar tentang keutamaan Istighfar, tentang kekuatan dari istighfar, tentang pahala istighfar, dll.. Aneh memang, kenapa dalam pikiran dan hati saya mampu memahaminya. Mungkin benar benar apa disampaikan dalam peribahasa bahwa "sesuatu yang disampaikan dengan hati, maka akan sampai ke hati.". Kepala ikut menggangguk seakan paham benar dengan kalimat laki-laki tersebut. Kadang diselingi tertawa mengikuti alur cerita yang disampaikan.

Penasaran saya dengan penyampaian laki-laki ini, dan rasa penasaran saya itu ternyata dilihat oleh salah seorang rekan kantor saya yang memang mengerti bahasa Arab. Dia lalu menyapa saya,
"ente ngerti gak dengan yang disampaikan laki-laki tersebut?",

spontan saya menggelengkan dan berkata "Ana gak ngerti dengan jelas apa yang disampaikan, tapi ana merasa hati ini mengerti apa yang disampaikannya."

"Okay, nanti ana cerita ke ente di luar masjid.", kemudian kami shalat sunat sebelum meninggalkan masjid.

Di luar masjid, saya langsung bertanya kepada beliau tentang apa sebenarnya cerita tadi. Dia lalu berkata, "Laki-laki tersebut cerita tentang betapa hebatnya istighfar. Rasulullah saja senantiasa istighfar sebanyak-banyak setiap harinya. Istighfar itu bukan cuma sekedar minta ampun, tapi juga istighfar ini bisa mendatangkan rezeki.", jawabnya.

"Maksudnya mendatangkan rezeki?", saya bertanya lagi. "Iya maksudnya kita ini manusia yang penuh dosa, lalu bagaimana kita bisa meminta kepada Allah jika kita sendiri belum meminta ampun kepada Allah terhadap dosa-dosa kita ini. Laki-laki tersebut menceritakan riwayat-riwayat sahabat dan imam yang mendapatkan rezeki karena selalu istighfar."

"Apa aja riwayat tersebut? Ana dengar tadi ada nama Imam Hambali yang disebut-sebut."

"Salah satunya yang paling luar biasa memang tentang cerita Imam Hambali ini. Begini, suatu ketika Imam Hambali ini melakukan perjalanan. Dalam perjalanan ini beliau sengaja tidak memperkenalkan namanya sebagai seorang imam. Saat larut malam, ia mencoba mencari tempat menginap dan bertanya kepada masyarakat sekitar itu. Namun, masyarakat tidak ada yang mau memberikan tempat menginap kepada Imam Hambali karena memang beliau tidak memperkenalkan siapa dia sebenarnya. Lalu Imam Hambali ini mencari sebuah masjid agar ia dapat sedikit beristirahat dari perjalanan ini. Ketika ia melihat sebuah masjid, kemudian ia pun langsung beristirahat sembari sedikit merebahkan diri di masjid tersebut.

Masyarakat sekitar banyak yang was-was karena ada orang yang tidak dikenal masuk di kampung mereka dan sekarang berada di masjid mereka. Lalu masyarakat melaporkan hal ini, dan seketika itu juga datang pihak yang berwenang menyeret Imam Hambali keluar dari masjid tersebut. Betapa kagetnya Imam Hambali dengan kejadian ini. Kemudian tanpa disangka seorang laki-laki paruh baya yang melihat seseorang diseret-seret keluar masjid, kemudian ia langsung mendekati dan meminta kepada pihak berwenang dan masyarakat untuk melepaskan seseorang yang diseret-seret ini. Ternyata laki-laki ini adalah seorang tukang roti yang berjualan keliling kampung tersebut. Laki-laki ini bersumpah bahwa orang yang diseret-seret ini tidak melakukan apa-apa, karena dari tadi ia berada di sekitar masjid ini dan melihat bahwa orang ini adalah seorang musafir yang hanya ingin beristirahat. Karena permintaan tukang roti inilah, akhirnya pihak berwenang dan masyarakat melepaskan musafir ini.

Imam Hambali, yang belum diketahui identitasnya, kemudian dipersilahkan duduk oleh tukang roti ini dan sembari ia membuatkan roti. Sambil membuat roti, ternyata si tukang roti ini selalu melafazkan istighfar. Tak henti-henti bibirnya beristighfar, sampai-sampai Imam Hambali dibuat kagum oleh tukang roti ini. Kemudian Imam Hambali bertanya kepada si tukang roti, "Sudah berapa lama Anda melakukan istighfar seperti ini?".

Tukang roti menjawab, "Sudah lama saya melakukan istighfar seperti ini dan subhanallah Allah selalu mengabulkan setiap permintaan saya, kecuali satu permintaan.".

"Permintaan apa itu?" tanya Imam Hambali

Tukang roti tersebut dengan berwajah sedih berkata, "Saya meminta untuk dipertemukan dengan Al Imam Hambali, karena saya begitu mengaguminya."

Mendengar kata-kata tukang roti tersebut, lalu Imam Hambali pun menangis terharu dan bertakbir di dalam hatinya.... Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar...".

Dengan tertegun bertafakkur, sambil sedikit berkaca-kaca, hati saya berbisik, "Subhanallah, sampai seorang Imam Hambali diseret-seret atas kehendak Allah hanya untuk mengabulkan permintaan tukang roti tersebut."


Maha benar Allah dengan segala janjiNya kepada hambaNya...


Jeddah, 28 Sya'ban 1431 H

5 menit = Hidayah ?

Kuringgu… kuringgu …. kuringgu!!! (kring …kring …kring..). Suara telepon rumah Muhammad berbunyi nyaring.

Muhammad: Mosi mosi? (Hallo?)

Takahashi: Mosi mosi, Muhammad san imasuka ? (Apakah ada Muhammad?)

Muhammad: Haik, watashi ha Muhammad des. (Iya saya).

Takahashi: Watashi ha isuramu kyo wo benkyou sitai desuga, osiete moraemasenka? (Saya ingin belajar agama Islam, dapatkah Anda mengajarkan kepada saya?)

Muhammad: Hai, mochiron. (ya, sudah tentu.)

Percakapan pendek ini kemudian berlanjut menjadi pertemuan rutin yang dijadwalkan oleh dua manusia ini untuk belajar dan mengajar agama Islam.

Setelah beberapa bulan bersyahadat, Takahashi kian akrab dengan keluarga Muhammad. Dia mulai menghindari makanan haram menurut hukum Islam.

Memilih dengan hati-hati dan baik, mana yang boleh di makan dan mana yang tidak boleh dimakan merupakan kelebihannya. Terkadang tidak sedikit, keluarga Muhammad pun mendapatkan informasi makanan-makanan yang halal dan haram dari Takahashi.

“Pizza wo tabenaide kudasai. cheese ni ra-do wo mazeterukara.. (Jangan makan pizza walau pun itu adalah cheese, karena di dalamnya ada lard, lemak babi)”, nasihatnya di suatu hari. Takahashi mengetahui informasi semacam ini karena memang kebiasaan tidak membeli pizza, atau makanan produk warung di Jepang memang sudah terpelihara sebelumnya di keluarga Muhammad.

Toko kecil makanan halal milik keluarga Muhammad, menjadi tumpuan Takahashi dalam mendapatkan daging halal. Suatu ketika Takahashi ingin makan daging ayam kesukaannya, tapi dia ngeri kalau melihat daging ayam bulat (whole) mentah yang ada di plastik, dan tidak berani untuk memotongnya. Dengan senang hati, Muhammad memotong ayam itu untuk Takahashi. Dia potong bagian pahanya, sayapnya, dan badannya menjadi beberapa bagian.

Setiap pekan, Takahashi terkadang memesan sosis halal untuk lauk, bekal makan siang di kantor. Setiap pagi ibunya selalu menyediakan menu khusus (baca: halal) untuk pergi ke kantor tempat dia bekerja. Sebagai ukuran muallaf Jepang yang dibesarkan di negeri Sakura, luar biasa kehati-hatian Takahashi dalam memilih makanan yang halal dan baik. Terkadang Muhammad harus belajar dari Takahashi tentang keimanan yang dia terapkan dalam kehidupan sehari-harinya.

Pernah dalam suatu percakapan tentang suasana kerja, Takahashi menggambarkan bagaimana terkadang sulitnya menjauhi budaya minuman sake di lingkungan tempat kerjanya. Di Jepang, suasana keakraban hubungan antara atasan dan bawahan atau teman bekerja memang ditunjukkan dengan saling memberikan minuman sake ke gelas masing-masing.

Dalam kondisi hidup ber-Islam yang sulit, Takahashi ternyata terus melakukan dakwah kepada ibunya. Beberapa bulan kemudian akhirnya ibunya pun menjadi muallaf dengan nama Qonita, nama pilihan Takahashi sendiri buat ibu yang dia cintainya. Sampai saat ini, bagaimana dia mendapatkan nama itu, tidak ada seorang pun yang tahu, kecuali Takahashi.

Beberapa bulan berlalu, pertemuan kecil-kecilan berlangsung …terlontar dari mulutnya suatu kalimat.

“Watashi ha kekkon simasu (Saya mau menikah)….”, ujarnya.

Dengan proses yang panjang, akhirnya dia mendapatkan jodohnya, wanita Jepang yang cantik, yang dia Islamkan sebelumnya. Setahun kemudian, suatu hari Takahashi datang ke rumah Muhammad dengan istrinya yang berkerudung, ikut serta juga buah hati mereka yang telah hadir di dunia ini.

Pada suatu hari, iseng-iseng Muhammad bertanya kepada Takahashi, “Apa yang menyebabkan Takahashi lebih tertarik dengan Islam?”

“Sebenarnya saya belajar juga Kristen, Budha dan Todoku (Agama moral) selain Islam,” Takahashi menjelaskan.

“Masih ingat dengan telepon kita dulu? Waktu pertama kali aku telepon ke Muhammad beberapa bulan dulu”, sambungnya.

“Iya ingat sekali”, jawab Muhammad.

“Kita waktu itu membuat perjanjian untuk bertemu di suatu tempat bukan?”, tanya Takahashi.

“Iya benar sekali”, sambung Muhammad lagi sambil mengingat-ingat kejadian saat itu.

“Saya sungguh ingin mantap dengan Islam, karena Muhammad datang 5 menit lebih dulu dari pada waktu yang kita janjikan, dan Muhammad datang terlebih dahulu dari pada aku. Muhammad pun menungguku waktu itu”, jawab Takahashi beruntun.

“Karena itu aku yakin, aku akan bersama dengan orang-orang yang akan memberikan kebaikan”, sambungnya lagi.

Jawaban Takahashi membuat Muhammad tertegun, Astaghfirullah sudah berapa kali menit-menitku terbuang percuma, gumam Muhammad.

Begitu besar makna waktu 5 menit saat itu untuk sebuah hidayah dari Allah SWT. Subhanallah, 5 menit selalu kita lalui dengan hal yang sama, akan tetapi 5 menit waktu itu sungguh sangat berharga sekali bagi Takahashi.

Bagaimana dengan 5 menit yang terlewat barusan, milik Anda?